Petani Pengrajin Arang Bakau Tradisional

03 Dec 2014
CU PANCUR KASIH
UNCATEGORIZED

Bertahan di tengah-tengah krisis ekonomi dan jumlah bahan baku yang terbatas

Hutan mangrove atau sering dikenal dengan sebutan hutan bakau banyak terdapat di pesisir sungai Kapuas, khususnya di daerah Batu Ampar. Banyaknya pohon bakau menyebabkan mayoritas penduduk masyarakat Batu Ampar memanfaatkan pohon bakau sebagai bahan baku arang. Penduduk setempat menyebut mereka sebagai petani pengrajin arang bakau.

Petani pengrajin arang bakau membuat arang dengan cara yang tradisional. Pembuatan arang bakau tradisional memerlukan waktu yang lama kurang lebih 27 hari. Lamanya proses pembuatan arang dikarenakan dikerjakan secara manual, semua serba menggunakan tenaga manusia. Mulai dari tahap penebangan pohon bakau sampai pendistribusiannya. Menurut salah satu anggota CU Pancur Kasih yang berprofesi sebagai petani pengrajin arang mengatakan bahwa kayu yang akan dipilih dijadikan arang berukuran diameter 10 – 25 cm. untuk yang ukuran kecil, mereka tetap membudidayakannya. Setelah kayu bakau terkumpul banyak kemudian kayu tersebut siap untuk dimasukkan ke dalam dapur arang. Dapur arang yang digunakan oleh para pengrajin arang terbuat dari tanah liat. Abdul Hadi mengatakan, “Dapur arang yang saya gunakan ini kurang lebih sudah berumur 26 tahun, yaitu sejak tahun 1987. Dapur arang ini adalah peninggalan ‘datok’ saya”. Untuk memasukkan kayu bakau diperlukan kurang lebih satu hari. Dalam 1 buah dapur arang bisa memuat 4 ton kayu. 4 ton kayu bakau yang dimasukkan kedalam dapur arang diperlukan proses pembakaran selama 17 hari berturut-turut. Proses pembakaran ini tidak boleh berhenti sampai kayu tersebut benar-benar menjadi arang dan tidak ada yang rusak. Kayu yang telah dibakar, apabila sudah menjadi arang semua diketahui pada pintu dapur yang telah ditutup menggunakan tanah liat. Apabila suhu pintu tersebut sudah mencapai titik panas tertentu, berarti kayu bakau tersebut sudah menjadi arang sepenuhnya. Supaya arang bisa dikeluarkan dari dapur arang, diperlukan proses pendingian kurang lebih selam 10 hari. Arang yang telah jadi kemudian dikeluarkan dan dipilih berdasarkan jenis-jenis arang. Proses terakhir yaitu pengepakan. Untuk pengerjaannya kebanyakan dilakukan oleh ibu-ibu dan perempuan-perempuan. Proses pemotongan dan pengepakan kayu memerlukan waktu kurang lebih 5 hari.

Menurut Dul, usaha yang digelutinya ini merupakan usaha turun temurun. Ia menceritakan banyak sekali tantangan yang dihadapinya sehingga membuat ia jatuh bangun. Kendalanya yang dahulu adalah harga arang yang relative rendah, namun saat ini  harganya sudah stabil.

Untuk mendapatkan modal usaha arang, ia tidak terlepas dari peran serta CU sebagai lembaga keuangan yang merakyat dan mengerti dengan situasi dan kondisi keuangan rakyat kecil. Sejak bergabung bersama CU Pancur Kasih, ia sangat merasakan banyak manfaat. Selain sebagai penyedia modal, ia juga menyimpan uang yang digunakan untuk pendidikan anaknya. Meskipun ia mempunyai kewajiban yang harus dibayar, tetapi ia sangat bersyukur karena sebagian dari angsurannya tersebut ada disisihkan untuk simpanannya. Ia sadar, penghasilan sebagai pengrajin arang tidak cukup mencukupi kebutuhan harian dan setoran pinjamannya oleh karena itu selain menjadi pengrajin arang, ia juga bekerja sebagai distributor minyak, mengkreditkan barang, dan sebagai nelayan.

Semoga CU Pancur Kasih bisa menjadi sahabat rakyat yang tahu akan kebutuhan anggota. Ia menambahkan, “Semoga CU tetap bisa menjadi penyedia modal sekaligus tempat distributor bagi anggota-anggota yang mempunyai hasil usaha.”

(admin)